FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI
Anak
berkembang dengan cara tertentu seperti individu-individu lainnya.
Selain
terdapat persamaan dalam pola perkembangan yang dialami anak juga mempunyai variasi-variasi
individual dalam perkembangan anak yang bisa terjadi setiap saat.
Ada
tiga faktor yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sosial
dan emosi anak usia dini sebagai berikut:
1.
Faktor
hereditas
Biasanya ada yang menyebut faktor
hereditas ini sebagai istilah nature.
Faktor ini merupakan karakteristik
bawaan yang diturunkan dari orang tua biologis atau orang tua kandung kepada
anaknya.
Jadi dapat dikatakan faktor
hereditas merupakan pemberian biologis sejak lahir. Pembawaan yang telah ada
sejak lahir itulah yang menentukan perkembangan anak untuk dikemudian hari.
2.
Faktor
lingkungan
Faktor lingkungan sering disebut
dengan istilah nurture.
Faktor ini bisa diartikan sebagai
kekuatan kompleks dunia fisik dan sosial yang memiliki pengaruh dalam susunan
biologis serta pengalaman psikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak
sejak sebelum ada dan sesudah dia lahir.
Faktor ini meliputi semua pengaruh
lingkungan temasuk didalamnya pengaruh-pengaruh berikut ini:
- Keluarga
Keluarga menjadi lingkungan yang pertama dan utama.
Keluarga memiliki peran yang utama dalam menentukan
pengembangan sosial dan emosi anak.
Di lingkungan keluarga inilah anak pertama kali menerima
pendidikan sedangkan orang tua mereka merupakan pendidik bagi mereka.
- Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak setelah
lingkungan keluarga.
Di sekolah anak berhubungan dengan guru dan teman-teman
sebayanya.
Hubungan antara guru dan anak dengan teman sebaya dapat
mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak. Guru merupakan wakil dari
orang tua saat berada di sekolah serta pola asuh dan perilaku yang ditampilkan
oleh guru dihadapan anak juga dapat mempengaruhi emosi dan sosial anak.
- Masyarakat
Secara sederhana, masyarakat disini diartikan sebagai kumpulan
individu atau kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.
Budaya, kebiasaan, agama, dan keaadaan demografi pada suatu masyarakat diakui
ataupun tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosi anak usia
dini.
3.
Faktor umum
Faktor umum
maksudnya di sini merupakan unsur-unsur yang dapat digolongkan ke dalam kedua
faktor di atas ( faktor hereditas dan faktor lingkungan ). Faktor umum adalah
faktor campuran dari faktor hereditas dan faktor lingkungan. Faktor umum juga
dapat mempengaruhi perkembangan anak usia dini.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
- Kematangan
- Belajar:
pembiasaan dan contoh
- Inteligensi
- Jenis
kelamin
- Status
ekonomi
- Kondisi
fisik
- Posisi
anak dalam keluarga
Untuk
mengembangkan kemampuan sosial dan emosi pada anak, maka pendidik memiliki
peran yang sangat penting. Di antara peran pendidik tersebut adalah:
a. Memberikan berbagai stimulasi
pada anak
Pendidik
perlu memberikan stimulasi edukatif pada anak agar kemampuan sosial emosi anak
berkembang sesuai tahapan usianya. Kegiatan belajar melalui permainan dapat
dioptimalkan dengan cara menstimulasi anak misalnya; mengajak anak terlibat
dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak
menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi
dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi bencana, dan sebagainya.
b. Menciptakan lingkungan yang
kondusif
Pendidik
perlu mengelola kelas yang memungkinkan anak mengembangkan kemampuan sosial emosinya
terutama kesadaran anak untuk bertanggungjawab terhadap benda dan tidakan yang
dilakukannya. Lingkungan ini berupa fisik dan psikis. Lingkungan fisik
menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial
emosinya. Sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan
penuh cinta kasih sehingga merasa nyaman dan aman di kelas.
c. Memberikan contoh
Pendidik
adalah contoh konkrit bagi anak.
Segala
tindakan dan tutur kata pendidik anak diikuti oleh anak. Oleh karena itu
pendidik seharusnya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai
agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak keluh kesah anak,
membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi anak,
dan sebagainya.
d. Memberikan pujian atas usaha yang
dilakukan anak
Pendidik
sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan sosial yang sudah
dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian dapat diberikan secara lisan
maupun non lisan. Misalnya dengan kata-kata yang menyenangkan, atau dengan
senyuman, pelukan, dan pemberian tanda-tanda terentu yang bermakna untuk anak.
Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:
Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:
- Memberikan
pilihan pada anak
- Memberikan
kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
- Memberikan
kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
- Mendorong
anak untuk bekerja secara mandiri
- Menghargai
ide/gagasan anak
- Membimbing
anak untuk melakukan pemecahan masalah
Perkembangan
emosi dan sosial anak tidak selamanya stabil.Seorang anak mampu menyesuaikan
diri secara tepat dan baik dalam lingkungan yang dimasukinya,tetapi suatu saat
mereka mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam berinteraksi dan berakyivitas
dalam lingkungan social tertentu.Juga dalam perkembangan emosinya,suatu saat
anak-anak berada dalam kondisi yang penuh dengan kegembiraan dan
keceriaan,disaat lain mereka tampak kecewa,marah bahkan stress yang jelas
terlihat pada ekspresi mereka saat berkomunikasi dan berinteraksi dalam
lingkungannya.
Banyak factor yang mempengaruhi stabilitas emosi dan
kesanggupan social anak,baik yang berasal dari anak itu sendiri maupun yang
berasal dari luar dirinya.Ada factor-faktor yang mempengaruhi secara
dominan,maupun secara terbatas baik pada aspek fisik dan psikologis maupun pada
perilaku anak secara keseluruhan.Untuk dapat menyelami berbagai factor yang
mempengaruhio perkembangan emosi maupun social anak, selanjutnya akan dibahas
tentang factor-faktor yang dianggap potensial mempengaruhi kedua dimensi
perkembangan tersebut.
A. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Mengacu kepada Setiawan
(1995),terdapat seumlah factor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
prasekolah atau TK,bahkan hingga mampu menimbulkan gangguan yang mencemaskan
para pendidik dan orang tua.Faktor-faktor tersebut yaitu meliputi :
1.keadaan didalam diri individu ;
2.konflik-konflik dalam proses
perkembangan ;
3.sebab-sebab yang bersumber dari
lingkungan.
Untuk memahaminya ketiga faktor
tersebut akan diuraikan satu persatu.
1. Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu,seperti
usia,keadaan fisik,intelegensi,peran seks,dll (Hurlock,1980) dapat mempengaruhi
perkembangan individu.Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau
apapun yang dianggap oleh diri anak sebagai sesustu kekurangan pada dirinya dan
akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya.Kadang-kadang juga berdampak
lebih jauh pada kepribadian anak.
Dalam kondisi ini perilaku-perilaku
umum yang biasanya muncul adalah mudah tersinggung,merasa rendah diri atau
menarik diri dari lingkungannya,dll.Dampak yang muncul pada anak akibat keadaan
dirinya tersebut,pada tingkatan tertentu akan sangat membahayakan,terutama pada
saat anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal tersebut merupakan
factor nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinyadalam lingkungannya.
Hal tersebut akan semakin
mempengaruhi jika lingkungan secara nyata menghindari dirinya dan memberikan
reaksi penolakan.Lebih jauh lagi,mungkin anak akan menjadi antisocial,bahkan
ingin menghancurkan diri dan lingkungannya akibat frustrasi yang kuat.Perlu ada
tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari pengaruh emosi yang
timbuldari dalam diri anak.Kita perlu mempersiapkan tindakan kuratif untuk
menjaga kemungkinan dampak buruk yang datang secara tiba-tiba.
Tindakan preventif yang utama adalah
membangun kesadaran bahwa kekurangan yang dimiliki oleh anak tersebut adalah
suatu kewajaran,dan semua anak atau orang pasti memiliki kekurangan,hanya yang
berbeda adalah letak dan dibagian mana kekurangan itu berada.Jika kesadaran
telah terbangun maka upaya selanjutnya adalah menurunkan reaksi-reaksi negative
yang sering kali muncul,dan jika mungkin menghilangkannya sama sekali.Jika
tahap kedua tersebut berhasil,harus diikuti dengan membangkitkan semangat anak
untuk berperan kembali didalam lingkungannya,bahkan diarahkan untuk dapat
berprtestasi serta berkompetisi sesuai dengan kemampuan dan keberadaan
dirinya.Tidak mudah memang untuk melakukan rangkaian tindakan tersebut.Tetapi
dengan berbekal kesabaran dan tanggung jawab,seorang guru ataupun orang tua
sebagai pihak yang harus membantu pertumbuhan dan perkembangan anak,haruslah
menjalani treatment tersebut dengan penuh kesadaran.
2.Konflik-konflik dalam proses perkembangan.
2.Konflik-konflik dalam proses perkembangan.
Didalam menjalani fase-fase
perkembangan,tiap anak harus melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya
dapat dilalui dengan sukses,tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau
hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.Anak yang tidak dapat mengatasi
konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan emosi.
c. Sebab-sebab Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam
lingkungan yang mempengaruhi perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila
pengaruh dari lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan
terpengaruh juga.Ketiga factor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut
adalah sebagai berikut.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama
dan utama bagi perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. Disanalah
pengalaman-pengalaman pertamadidapatkan oleh anak-anak.Keluarga sangat
berpengaruh dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi.
Keluarga adalah lembaga pertumbuhan
dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju
pertumbuhan dan belajar selanjutnya.Gaya pengasuhan yang diperoleh anak dari
keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.Gaya pengasuhan
tidak peduli membuat anak impulsive,dan gaya pengasuhan otoriter menjadikan
anak seorang pemarah (Fawzia Aswin Hadist 1995).
Jadi,kesuksesan pertumbuhan dan
belajar selanjutnya akan banyak pipengaruhi oleh pertumbuhan dan belajar
sebelumnya.Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik
dalam keluarganya maka dilingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik
pula,anak dapat belajar dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan
barunya itu.Namun jika pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak
memadai maka penyesuaian emosi berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin
mendapat beberapa gangguan.
Lingkungan Sekitarnya
Kondisi lingkungan di sekitar anak
akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan
pribadi anak.Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan
dapat memicu anak dalam berekspresi.Frekuensi dan intensitas ekspresi anak akan
sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimanya.Kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mingkin mengganggunya, adalah sebagai
berikut.
a. Daerah yang
terlalu padat.
Daerah
yang terlalu padat dengan beragam ciri khas penduduk,akan banyak mengganggu
perkembangan emosi anak. Apalagi jika pada lingkungan tersebut perbandingan
antara anak-anak yang dapat dijadikan sebagai teman sebaya jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan kumpulan orang-orang dewasa.Hal ini akan mengakibatkan anak
mendapatkan jauh lebih banyak tekanan dari orang-orang dewasa yang berada
disekitarnya,hal ini tentu akan berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan
yang tidak terlalu padat, yang tekananya menjadi lebih sedikit.Anak tang hidup
dilingkungan padat, apalagi terlalu banyak orang dewasanya, cenderung lebih
banyak mendapat stimulasi negative dari lingkungan tsb.
Sedikit
saja kesalahan yang dilakukan anak akan menimbulkan kemaran dari orang dewasa. Anak
dengan kondisinya yang masih lemah sering kali mendapat tekanan dalam bentuk
cacian,pemaksaan perintah,ancaman,bahkan mungkin juga tontonan perilaku yang
tidak selayaknya ditampilkan oleh orang dewasa .Segala stimulasi negative akan
sering diterima anak.
Dari
hasil penelitian di beberapa Negara yang padat penduduknya,diketahui bahwa
anak-anak setidaknya mendapat 6 stimulasi negative untuk 1 stimulasi positif
(Nugraha,2000).Apa yang terjadi jika kondisi demikian selalu dihapi anak? Emosi
anak menjadi sangat tertekan,anak menjadi merasa dirinya kurang berharga di
mata lingkungannya.Akibatnya,ia akan menjadi anak yang kurang peduli,bahkan
mungkin menjadi anak yang beringas karena selalu diperlakukan kasar.
Atas
ketidakberdayaan anak akan menjadi individu yang tidak memiliki inisiatif dalam
menghadapi masalahnya,atau mungkin menjadi pendendam.Akan sangat berbeda dengan
anak yang diam di lingkungan standar yang penduduknya seimbang.Di lingkungan
ini anak menerima perlakuan yang lebih sesuai dengan taraf perkembangan
emosinya.Walaupun demikian,pada lingkungan penduduk yang ideal pun
tekana-tekanan pada anak dapat tetap saja terjadi.Tetapi secara
umum,keseimbangan jimlah kepadatan panduduk baik tinggi maupun rendah akan
mempengaruhi perkembangan emosi anak.
b. Daerah yang
memiliki angka kejahatan tinggi.
Kejahatan
perilaku orang dewasa baik langsung maupun tidak langsung yang menyangkut
anak-anak prasekolah akan sangat berpengaruh pada mereka.Secara
umum,dilingkungan anak yang rawan tindakan kejahatan akan mengakibatkan para
keluarga yang tinggal disana selalu diliputi kekhawatiran,kecemasan,dan
ketakutan.Ketakutan dari keluaraga tsb akan menjalar atau dirasakan juga oleh
anak,apalagi jika keluarga tersebut kuat dalam mengekspresikan rasa
takutnya.Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya
selalu tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal
atau berpergian sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu
pada kehidupan dewasanya kelak.Para orang tua termasuk guru,harus lebih waspada
terhadap perilaku kejahatan orang dewasa.Karena berakibat selain bahaya
fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu gangguan emosi akan lebih menderitakan
anak.Untuk itu,orang tua dan guru hendaklah sejak dini menyadari betapa
memperkenalkan dasar-dasar berperilaku pada anak sehingga perilaku yang
ditampilkannya tidak mengundang pihak lain untuk berbuat jahat pada dirinya.
c.
Kurangnya fasilitas rekreasi.
Kegiatan
rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak
ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan
stimulus yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan
dan pematangan emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan
rekreatif,cenderung memiliki emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak
yang jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang
didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya membantu anak dalam mengatur dan
mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif dalam menunjang pembentukan
kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan memperkuat daya tahan
otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam
memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada
keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang
menyenangkan,serta aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan
tempat sarana rekreasi dapat membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak adanya
aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah sosok yang aktif,
Anak adalah sosok yang aktif,
Lihatlah
gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak menunjukan keaktifan maka kita
harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang memiliki masalah! Dinamika dan
spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah sangat tinggi sehingga banyak
yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah periode bermain.Hampir setiap
saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan kolompok,maupun
bersama dengan orang dewasa.
Tetapi
patut disayangkan potensi anak untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan
sentuhan-sentuhan bermakna dari orang dewasa sehingga sering sekali aktivitas
anak yang berada di sekitar kita cendrung liar,tidak terkendali dan berkembang
apa adanya.
Bagi
pengembangan emosi,termasuk juga pengembangan bidang lainnya, kondisi tersebut
kurang menguntungkan, Nilai konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian
emosi anak bisa sangat rendah. Untuk itu sangat dianjurkan,aktivitas anak
hendaklah pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada kondisi dibawah control
dan kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.
Dengan
aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan
perkembangan emosi yang diharapkan.Begitu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian
dari aktivitas anak dapat disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal
terpenting adalah meminimalisai berbagai kemungkinan yang dapat merusak
perkembangan emosi anak.
3.
Lingkungan Sekolah
Sekolah
mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan kepribadiannya
dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya
gangguan emosi pada anak.
Kegagalan
di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan emosi anak. Problema di
sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak memperhatikan kemampuan
anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyebabkan
terjadinya gangguan tingkah laku pada anak,yaitu :
a.
Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru
merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak
prasekolah.Banyak anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai
dengan perilaku guru atau bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan
gurunya.
Dalam
beberapa kasus,banyak anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang
diberikan gurunya dibandingkan jika harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan
orang tuanya. Guru berhasil menjadi panutan anak. Semua yang guru ajarkan atau perintahkan
dapat ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg akan terjadi pada diri anak
jika guru yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak mengecewakannya.
Misalkan
saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb?
Emosi
anak yg tadinya sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa
kepada gurunya. Ia akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia
akan memusuhinya. Yang berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan
tidak percaya lagi kepada guru tersebut. Untuk itu,jagalah keharmonisan dan
hubungan baik antara guru dengan anak agar perkembangan emosi anak terpelihara
baik hingga dewasa.
b.
Hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan
dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi
dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin
meningkat pada usia tersebut.
Teman,
bagi anak adalah bagian beraktivitas yang sangat berharga.Aktivitas bersama
teman dalam berkelompok, bagi mereka sangat mengasikkan. Mereka dapat saling
berbagi tugas,saling berbagi peran, dan saling berbagi kesibukan. Bahkan pada
usia prasekolah, teman sering kali menjadi bahan identifikasi diri dan
kebutuhannya yang cukup kuat.
Betapa
hebat pengaruh teman pada emosi dan perilaku anak. Untuk itu sebaiknya orang
tua atau guru dapat memelihara hubungan keharmonisan pertemanan di antara anak,
sebab jika terjadi pertengkaran, permusuhan atau percekcokan akan berdampak
pada perkembangan emosi anak tersebut. Mungkin semula berkembang emosi senang
akan persahabatan,tetapi berubah menjadi emosi kebencian dan permusuhan.
Yang
paling dikhawatirkan adalah perilaku yang menjurus pada keinginan menyakiti
teman.Meskipun kecil sifatnya,tetapi hal itu akan berdampak serius, misalkan
saja perilaku mencubit,mendorong,atau memukul temannya akan berdampak pada
perubahan emosi lanjutan yang negative. Pelaku akan menjadi anak yg sok
jagoan,sedangkan penderita akan menjadi anak penakut dan cemas.
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Soetarno
(1989) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau
luar keluarga. Kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (1978) dengan
faktor ketiga, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Penjelasan dari
kedua faktor tersebut dapat dicermati pada uraian berikut ini.
1. Faktor
lingkungan keluarga
Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Didalam keluarga
yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati
inilah manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang
lain, belajar bekerja sama, belajar membantu orang lain.
Pengalaman-pengalaman
berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap
orang-orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga.
Apabila
interaksi sosialnya di dalam keluarga tidak lancar atau tidak wajar maka
interaksinya dengan masyarakat juga berlangsung tidak wajar atau akan mengalami
gangguan.
Di
antara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
1) status sosial ekonomi keluarga;
1) status sosial ekonomi keluarga;
2)
keutuhan keluarga;
3)
sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga
faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga
1) Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan
sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak.
Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam
keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih
banyak mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia
dapatkan jika keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara
anak dengan orang tua akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua
tidak disibukkan oleh urusan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun
demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung
pada sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun
keadaan sosial ekonomi orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan
pendidikan anak atau sering kali bertengkar, perkembangan sosial anak akan
terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial anak ditentukan pula oleh sikap
anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2)
Keutuhan keluarga
Yang
dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga.
Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga
dianggap sudah tidak utuh lagi. Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya
jarang pulang ke rumah karena tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi
berulang-ulang, atau apabila orang tua bercerai maka dapat dikatakan juga
sebagai keluarga yang tidak utuh. Semuanya itu akan mempengaruhi perkembangan
sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan tertentu dapat mengganggunya.
Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan keluarga yang bercerai (broken
home) maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda dibandingkan
dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang normal. Anak dari
keluarga broken home secara sosial merasa malu dan akhirnya mempengaruhi
kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya anak
dengan kondisi keluarga yang utuh akan mgmiliki keterampilan sosial lebih
standar karena tidak dihinggapi beban psikologis.
3)
Sikap dan kebiasaan orang tua
Tingkah
laku orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga sangat mempengaruhi
suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu
pada pribadi anak. Orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak tidak taat,
takut, pasif, tidak memiliki inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta
mudah menyerah. Orang tua yang terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara
berlebihan akan membuat anak sangat tergantung pada orang tua. Orang tua yang
menunjukkan sikap menolak, yang menyesali kehadiran anak akan menyebabkan anak
menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan suka mencuri.
Semua
pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak
menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya
karena pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang
tua untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku
sosial anaknya.
2. Faktor dari
luar rumah
Pengalaman
sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan
penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Jika hubungan
mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka
akan menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya,
jika hubungan itu tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan
menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
sosial mereka.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa prasekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan kurang berminat bermain dengan teman sebaya. Jika anak mempunyai teman bermain yang lebih tua, ia akan berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia akan mengembangkan pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman sebayanya. Akan tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak dapat menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang lebih muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih tua terhadapnya. Hal ini akan menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman bermain dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa prasekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan kurang berminat bermain dengan teman sebaya. Jika anak mempunyai teman bermain yang lebih tua, ia akan berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia akan mengembangkan pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman sebayanya. Akan tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak dapat menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang lebih muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih tua terhadapnya. Hal ini akan menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman bermain dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.
3. Faktor Pengaruh
pengalaman sosial awal
Pengalaman
sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. Banyaknya
pengalaman bahagia yang diperoleh sebelumnya akan mendorong anak mencari
pengalaman semacam itu lagi pada perkembangan sosial selanjutnya. Sejumlah
studi terhadap manusia dari semua tingkatan umur, membuktikan bahwa pengalaman
awal tidak hanya penting bagi masa kanak-kanak, tetapi juga penting bagi
perkembangan anak di kemudian hari. Dalam penelitian Waldrop dan Halyerson
ditemukan bahwa sosiobilitas anak pada umur 2,5 tahun dapat digunakan untuk
meramalkan sosiobilitas pada umur 7,5 tahun. Karena pola sikap dan perilaku
cenderung menetap maka ada keharusan meletakkan dasar yang baik pada tahap awal
perilaku sosial pada setiap anak. Yang jelas para guru atau orang tua jangan
sampai menggelincirkan anak melalui pilihan sosial yang keliru yang akan
mengakibatkan kerusakan pada penyesuaian diri dan perilaku dalam kehidupan anak
selanjutnya.
Kekuatan
perilaku sosial awal sebagai pola perilaku yang cenderung menetap mampu
mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu,
pengalaman sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang
positif dan dapat diterima oleh lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak
mampu menyediakan situasi sosial yang kondusif maka akan menimbulkan kerugian
sosial bagi anak juga dapat mencemaskan orang tua dan guru. Situasi sosial yang
dikemas oleh orang tua dan guru hendaklah mencerminkan kesinambungan dan
konsistensi sehingga perilaku sosial anak terjaga secara terus-menerus.
Artinya, jika telah diciptakan situasi sosial yang ideal bagi anak di .sekolah
maka hendaklah diikuti dengan penciptaan lingkungan sosial yang senada di rumah
maupun dalam kelompok bermainnya. Konsistensi dalam memfasilitasi perilaku
sosial yang berkesinambungan akan membentuk pola perilaku positif yang menetap
dan menjadi bekal berharga bagi anak untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan
lain. Pola perilaku ini juga bermanfaat pada saat anak berinteraksi maupun
berkomunikasi ataupun dalam melakukan aktivitas lainnya pada lingkungan sosial
selanjutnya.
Pengalaman awal social juga menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak. Jika pilihan dan variasi kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti aktivitas social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila anak dihadapakan pada pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia akan menghindari berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Pengalaman awal social juga menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak. Jika pilihan dan variasi kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti aktivitas social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila anak dihadapakan pada pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia akan menghindari berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Kesimpulan
dari uraian di atas, kalimat kuncinya adalah berilah anak prasekolah pengalaman
awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya
mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia
prasekolah sebagai usia emas (golden ages) dan fundamental dalam fase perkembangan
dan pengembangan individu. Semoga kita, para guru dan orang tua dapat
memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi anak-anak. Selain berbagai faktor
di atas yang bersifat umum,
Faktor
yang dianggap dapat menghambat perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri
Maryani Deliana (2000), yaitu sebagai berikut.
1)
Tingkah laku agresif
Tingkah
laku agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4
tahun tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK
saling menyerang secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi.
Penyerangan dapat pula mereka lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci,
mengejek atau memperolok teman-teman lain. Tingkah laku agresif selain
mengganggu hubungan sosial juga melanggar aturan yang diberlakukan di sekolah,
misalnya suka berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau mengganggu
anak lain.
2)
Daya suai kurang
Daya
suai yang kurang biasanya disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif
masih kurang, masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun
biasanya mereka belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia
di sekolah makin bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat
menyesuaikan diri walaupun sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat
mencari faktor penyebabnya. Bila hal itu tidak diperhatikan akan menyebabkan
anak tersebut terasing dan selanjutnya tidak dapat mengikuti kegiatan (pembelajaran)
yang bersifat kelompok.
3)
Pemalu
Rasa
malu biasanya sudah terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di
sekitarnya. Rasa malu sebenamya normal dan wajar, tetapi bila anak sering kali
menunjukkan rasa malu maka hal inilah yang dianggap sebagai masalah. Anak
biasanya tidak menunjukkan rasa malu pada orang yang sudah dikenalnya, tetapi
pada orang yang belum dikenalnya anak bersikap pemalu. Pada umur 5 tahun
perasaan malu yang berlebihan tidak hanya ditunjukkan pada orang yang tidak
dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah dikenal, yaitu orang yang akan
memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya. Anak selalu cemas dan takut pada
reaksi orang lain terhadap perbuatan atau tingkah lakunya. Biasanya hal ini
terjadi pada anak yang sering dipermalukan atau dicela di depan orang lain.
Kejadian-kejadian semacam ini akan menyebabkan anak di masa mendatang tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4)
Anak manja
Memanjakan
anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah pada anaknya,
membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau
membantah. Contohnya, seorang ayah melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat
anaknya menangis atau merengek dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk
menghentikan tangis anaknya si ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi.
Tingkah laku anak seperti itu disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak
konsisten dengan perintahnya hanya karena anak menangis atau merengek termasuk
memanjakan anak.
5)
Perilaku berkuasa
Perilaku
berkuasa ini mulai muncul sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan
bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari
pada anak laki-laki. Oleh karena itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia
mempunyai kedudukan yang sama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai
hak yang lebih dibandingkan dengan yang lain agar sikap ingin merajai ini
sedikit demi sedikit berkurang.
6)
Perilaku merusak
Ledakan
amarah yang dilakukan oleh anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda
di sekitarnya, tidak peduli miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin
hebat marahnya, semakin luas tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang
tidak diperbolehkan ikut pergi dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang
milik orang tuanya dan merusaknya.
Komentar
Posting Komentar